![]() |
pict on pinterest |
Mulailah maafkan dirimu dulu. Karena rasa bersalah ada bukan
karena orang-orang menyalahkan kamu. Melainkan diri kamu sendiri yang tahu,
bahwa bertindak salah, adalah salah.
Kalau postingan beberapa bulan lalu soal saya resign dari Radar Banten dan memilih
bekerja di dunia yang maha bebas bernama antara.com. Sekarang, saya bawa kabar
baru lagi. Saya resign dari antara
dan beralih ke Jawapos Koran.
Dua tahun malang melintang di dunia reporterisme, sedikit banyak paham apa yang ada di dalam jiwa saya.
Bebas, lepas, bertemu dengan orang banyak, independen, dan punya sedikit waktu
untuk dibiarkan sendirian.
Sebenarnya saya nggak tahu apa yang mau saya posting saat
ini. Cuma rasanya nggak afdhol aja kalau nggak bilang, “hello, gue move up nih,” ke dunia yang luas ini. Membanggakan diri
sendiri karena memang nggak ada yang bangga. Semua orang beranggapan, ah
sama-sama wartawan menariknya apa.
Mungkin bagi sebagian orang, nggak tahu kenaikan antara
wartawan itu manis. Kaya saya misalnya. Daftar pertama kali di Radar Banten, Koran
lokal yang punya nama kemudian pindah ke online nasional milik BUMN setelah 1,5
tahun mengabdi di bawah tekanan. Merasa kurang puas dengan pekerjaan yang stagnan, dan lokasi itu-itu saja,
akhirnya saya putuskan menerima tawaran dari salah satu Koran harian nasional. Jawapos.
Saya selalu menargetkan sesuatu. Meskipun kerap kali lolos. Ya
nggak apa-apa, dicoba terus, ketika berhasil Alhamdulillah. Ketika nggak,
mungkin memang bukan rejeki. Saya bukan tipe orang yang terus-terusan
menyalahkan diri ketika nggak diterima kerjaan.
Yah gimana, kalau
bukan rejeki, dengan menyalahkan ketidakmampuan kita, apakah semuanya bisa
berbalik gitu aja ?
Dan bersyukurnya, saya selalu berhasil dalam mencapai
target. Alhamdulillah. Eh pernah sih
beberapa kali gagal, atau sering ? lupa, karena kegagalan diingat cuma ketika
mau aja. Hehe. Intinya, bagi saya gagal bukan hal yang harus dibaperin. Boleh sedih,
tapi jangan berlarut.
Oke balik lagi ke topik saya pindah kerja (lagi).
Sudah sebulan saya duduk manis di salah satu kubikel lantai
10 Gedung Graha Pena Jawapos di Kebayoran Lama. Senang, akhirnya Annisa punya
kubikel sendiri. Bisa dihias gimanapun, meskipun belum ada barang-barang yang
bisa buat ngehias. Tapi minimal punya privasi sendiri. Setelah saya Cuma punya
meja berisi computer dan sebuah laci di Radar Banten. Dan tidak memiliki
fasilitas apapun di antara karena online. Hehe.
Kesenangan lainnya adalah, saya keluar dari zona nyaman. Jika
dulu saya liputan bergantung dengan agenda Walikota Tangsel. Sekarang saya
liputan dengan mengandalkan isu yang berkembang. Pontang panting cari
narasumber yang bisa diwawancarai. Berupaya mendapatkan berita paling nggak dua
dalam sehari yang memang hasil liputan. Semuanya dimulai dari awal, dan rasa
semangat saya masih kurang besar untuk menaklukan ini semua.
Saya nggak mau cerita bagaimana saya bisa diterima di
Jawapos. Intinya, karena tawakal dan terus berusaha, Alhamdulillah dipercaya
menjadi anak baru. Tapi yang saya ceritakan saat ini adalah, passion saya
menjadi penulis.
Rasanya enggan untuk mencari pekerjaan lain. Meskipun rasa
nyaman itu terlalu abu-abu untuk dinilai sebagai passion atau zona nyaman. Apa karena
saya sudah nyaman bekerja seperti ini jadi enggan mencoba hal baru. Atau memang
saya jatuh cinta. Jawabannya masih belum tahu.
Tapi yang terpenting, menulis, mewawancarai dan membaca
adalah hal demi hal yang saya cintai. Sekarang, karena satu dan lain hal saya
memang sudah jarang sekali membaca buku. Tapi, membaca adalah hal yang saya
lakukan sampai sekarang. Membaca buku online, artikel sampai dengan web site
soal jurnalistik dasar. Ilmu reporter
yang saya miliki ternyata masih sangat jauh dari kata baik. Jadi saya belajar
lagi, otodidak.
Perasaan ini begitu menggebu ketika akhirnya satu step sudah
bisa saya langkahi. Bangga banget ketika ketemu sama teman-teman lama, dan
bilang kalau saya sekarang sudah berkari di salah satu gedung tinggi di
Jakarta. Terutama pada beberapa orang yang sibuk rusuhin diri sama urusan saya.
Beberapa yang anehnya, ketika sudah dibicarakan semua teman jadi tahu.
Sombong nggak apa-apa kan ? toh saya nggak mengandalkan
usaha siapapun. Saya hanya mengandalkan usaha saya sendiri, doa sendiri dan
kemana-mana sendiri. Aih sombong banget ih kamu Annisa.
Akhir-akhir ini saya merasa kesepian. Terutama ketika saya
masih bekerja sebagai wartawan antara. Luang waktu yang saya miliki banyak. Tapi
pemasukan juga nggak banyak. Yang ada meratapi nasib di kamar kosan. Guling sana
guling sini. Nonton video nggak jelas. Banyak sekali hal tidak bermafaat saya
lakukan. Dan selama enam bulan itu saya lakukan, jenuh rasanya.
Karena itu saya nggak mikir dua kali ketika ada tawaran di Koran.
Ritme kerja seperti di Radar menurut saya lebih cocok dari pada gabut. Saya suka
menikmati waktu di dalam kantor. Menulis apapun, blog, wattpad, status, dan
lainnya. Di kantor juga ada fasilitas wifi gratis. Selain itu di kantor, saya
nggak pernah merasa kesepian. Meskipun tetap sendiri. Sendirian di temapt ramai
lebih baik.
Saat ini, sambil terus bekerja, saya berupaya untuk memahami
diri saya sendiri. Keinginan berpasangan. Menikah. Karir. Keluarga. Teman. Travelling
dan banyak lainnya menjadi hal-hal yang sering saya pikirkan. Terbagi-bagi dengan
porsi yang berbeda.
Dari banyaknya hal itu, yang sering terpintas adalah
keinginan saya menikah. Dengan ritme pekerjaan yang saya sukai, apa ada
laki-laki yang siap ? pemikiran seperti itu timbul tenggelam. Setiap orang
punya keinginan, kemauan dan permintaan. Dan melepas karir yang saya bangun
saat ini adalah hal yang tidak ingin saya terima. Begitulah saya berpikir. Membangun
hubungan membuat waktu saya terbagi.
Selain itu, selain diri saya sendiri, ada adik-adik dan
orang tua yang harus saya tanggung. Kenyataan ini membuat saya panik tanpa saya
sendiri sadari betul. Saya nggak mau jadi beban orang. Kalau orang mau
membebani saya, nggak apa-apa. Dan nggak banyak orang yang mau dibebankan.
Sedihnya, saya nggak bisa menyalahi takdir saya sebagai anak
sulung dan kakak dari dua adik yang masih sekolah. Tanggung jawab saya besar,
dan rasanya melepaskan mereka hanya untuk menikah, akan menyebabkan saya merasa
bersalah. Hal itu juga yang membuat saya harus rela pergi pagi pulang malam
demi kosan yang murah. Dan memilih melepaskan pekerjaan saya yang dibilang
cukup nyaman.
Karena nyaman nggak
pernah cukup.
Ada banyak hal yang saya pikirkan akhir-akhir ini.
dituangkan dalam tulisan tidak banyak membantu. Saya cuma ingin menuliskan
ketakutan demi ketakutan yang saya rasakan. Sesederhana itu.
regard
Lovelynnisa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar