Cari Blog Ini

About Me

Senin, 23 Oktober 2017

Tentang Pernikahan



Pict From Google

Beberapa waktu lalu mama tanya begini. ”Kamu kapan menikah ?”.

Gue sih memang nggak pernah yang namanya jawab pertanyaan aneh gitu. Cuma senyum aja, lagian kalau ditanggapi, ya mau ditanggapi apa ? Nggak ada juga kan.



BTW, akhir-akhir ini udah banyak teman update tentang anak baru mereka di media sosial. Ngerasa tua deh, sedikit gamang kapan gilirannya. Tapi balik lagi, jodoh kan sudah masing-masing.

Sering kali merasa kesepian, makanya iseng buka aplikasi dating. Siapa tahu ada jodoh, tapi nggak tahan sampe lima jam udah dihapus lagi aplikasinya. Karena memang orang bijak nggak bakalan yang namanya buka aplikasi dating haha.

Well sebenarnya sebelumnya nggak penah gue merasa khawatir tentang menikah. Toh, nanti kalau waktunya ketemu ya gue ketemu aja gitu kan. Sementara memang itu yang gue khawatirkan. Kapan gue menikah ? Sementara teman sedang hamil, kemudian teman sedang persiapkan pernikahan, sampai mantan yang udah bawa pendamping baru di mobilnya haha.

Kadang sih gue selow menghadapinya, cuma seringnya mau dichat mau di kehidupan nyata semua orang kaya bilang, ”daripada lu pusing hadapin hidup, mending nikah deh,”. Duh dikata nikah nggak pake mikir.

Well banyak yang dipertimbangkan saat gue bertemu dengan laki-laki. Pertanyaan tentang bisa nggak mereka menghidupi gue dan keluarga gue. Atau bisa nggak mereka terima kekurangan gue. Atau, ni orang bosenan apa nggak.

Berhubungan dengan laki-laki di luar konten pertemanan itu awam sih bagi gue. Terlalu banyak ekspektasi. Jadi ketika kemarin gue jadian sama orang, ekpektasi gue ngga sesuai dengan realita yang ada.

Gue suka jalan sendirian, liat orang banyak, liat pemandangan, curhat sama angin, ketawa di balik masker, ngehayal jadi artis sampai mikirin kalau punya uang banyak mau dipake apa. Kemudian hidup gue jungkir balik ketika gue punya pacar. Gue ngga bisa lagi tuh curhat sama angin karena pasti ada yang dengar, nggak bisa menghayal jadi artis karena pasti ada yang lihatin. Dunia gue memang kebalik pada saat itu.

Gue bertahan, gue berusaha untuk memahami diri gue sendiri, hubungan gue dan pasangan gue. Tapi semakin lama justru gue semakin gila. Pikiran gue tentang hubungan gue justru bikin gue takut. Pada akhirnya ketika gue sedang berusaha memahami, pikiran tentang, apakah pasangan gue juga berusaha memahami gue ? Itu jadi bumerang.

Pada saat itu gue takut kalau pasangan gue cuma suka pada momen gue berpura-pura baik-baik aja. Gue takut ketika dia tahu kalau gue sedang berusaha memahami situasi ini dia mengira gue memaksa jatuh cinta. Ketakutan itu semakin menjadi ketika banyak hubungan yang terbuang karena tidak ada komitmen di dalamnya. Jadi gue beranggapan, kemana hubungan ini akan dibawa nantinya ? Kalau putus kenapa nggak dari sekarang aja ?

Ditambah dalam satu percakapan dia pernah menyatakan ketidaksukaannya terhadap perempuan perkasa. Dia lebih suka perempuan ala-ala jawa yang kemayu dan bukan gue banget. Jujur, pada titik ini gue merasa nggak  cocok sekaligus sedih sama dia. Karena dia ngomong ga mikir kalau gue hidup udah kaya preman. Jadi tulang punggung. Marah ngamuk-ngamuk. Dan ngga jarang omongin kata kotor.

Tapi pada dasarnya gue ragu sama pasangan gue. Dan juga ragu dengan diri gue sendiri. Situasi ini yang paling nggak sehat di antara hubungan gue dan doi. Dan gue mengaku salah pada situasi ini. Gue yang memang lemah di dalam hubungan ini.

Semakin kesini gue menyadari, kalau keputusan gue pada saat itu adalah benar. Beberapa kajian islam gue baca. Maklum nampaknya pikiran gue ini udah kalut sama dosa makanya mau taubat dikit-dikit. Haha.

Jodoh nggak mendekat ketika kamu pacaran, dan dia nggak menjauh ketika kamu jomblo.

Iya juga sih. Dalam posisi ini, gue senang akhirnya gue bisa berhenti menyalahkan diri gue sendiri atas patah hati doi. Ditambah dengan fakta sekarang emotikon titik dua bintang si ex ini udah buat perempuan lain.

Bahagia ? Ya saya sangat bahagia.

Pada akhirnya kita punya jalan masing-masing. Dia dengan jalannya dan gue dengan jalan gue sendiri. Dan memang rejekinya doi bukan sama gue haha. Informasi terakhir, dia udah punya kendaraan, rumah dan pacar baru. Bukti kalau sama gue rejekinya kehalang wkwk.

Nggak tahu kenapa bumi ini sempit. Bahkan ketika lo ngga mencari tahu pun informasi ini sampai ke depan muka. Itulah, akibat dan manfaat punya lingkungan yang suka ngomongin orang wkwkwk.

Well, balik lagi ke topik, entah kapan gue nikah. Pada saatnya nanti, gue pengen lelaki itu meminta gue menjaga hartanya, meminta gue mamanjangkan hijabnya, menyembunyikan kecantikannya, dan mampu merawat anak-anaknya.
Pernikahan di kepala gue adalah kekhimadtan antar dua keluarga yang menjadi satu. Tidak ada ketakutan saling mengecewakan, keterbukaan serta kepatutan dalam beragama menjadi nomor satu. Keyakinan yang diperkuat komitmen. Bahwa pernikahan bukan tentang menyatukan dua hati. Tapi dua keluarga. Pernikahan ideal versi gue. Haha.

Ada banyak hal yang ingin gue ceritakan sih di blog. Tapi nanti saja. Ketika situasi emang sudah kondusif dan gue bukan lagi jadi objek omongan orang banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar