Cari Blog Ini

About Me

Kamis, 25 Mei 2017

Kita Dekat Selayaknya Nadi


Tapi Tidak Ada Nadi Yang Dinikahi Pemiliknya
Pict By Babyrain.com
Aku berkunjung ke rumahmu untuk mengantar buah yang dipanen pagi tadi. Biasanya kamu akan selalu membawaku masuk ke dalam kamarmu untuk menikmati buah itu bersama-sama. Macam-macam, apel, jeruk dan semangka. 

 
Tapi hari itu tidak, kamu menahanku di hadapan pintu hanya dengan mengenakan celana pendek. Dada bidang yang terlihat kamu sembunyikan di balik pintu. Tidak boleh aku lihat. Padahal, dulu atau beberapa waktu lalu, aku juga agak lupa, kita mandi bersama. Di pekarangan rumahku atau rumahmu.
Kamarku pagi ini sangat berantakan, jangan masuk,” begitu katamu.
Padahal aku tahu ada yang kamu sembunyikan. Berantakan yang kau pikirkan tidak sama dengan berantakan yang orang lain pikirkan. Mungkin, aku menduganya dan aku sangat yakin, bajumu dan bajunya berserakan dimana-mana. 
 
Seharusnya kamu tidak sembunyikan itu, dariku,” kataku yang kemudian pergi. Kamu segera menutup pintu dan berjalan dengan langkah memburu.
Kamu lupa rumah kita berada di atas dipan bersuara keras.

***

Tidur bersama bukan salah satu konotasi yang buruk di kepalaku. Tapi kita semakin dewasa sehingga kamu mulai melarangku menggunakan kamarmu untuk sembunyi dari teriakan kakek. Kamu mulai melarangku menggunakan kamar mandi rumahmu. Dan kamu mulai melarangku, membuka ponsel yang sering kau letakan dimana saja.
Padahal mungkin beberapa waktu lalu kamu masih memprlihatkanku tentang.. mimpi basah itu. Bagaimana kamu memperlihatkan muka khawatir telah memimpikan hal yang salah. Tentang mungkin kamu tidak terima bahwa kita sudah mulai beranjak dewasa.
Aku terkekeh sampai tertawa sangat keras ketika kamu menahan air matamu karena mungkin sudah melakukan hal yang berdosa. Memimpikan 'itu'. Padahal di kelas agama kita sering mendengarkannya. Mimpi 'itu' adalah suatu pertanda bahwa masing-masing dari kita, sudah bisa benar-benar jatuh cinta. Dan menikah.
Itu mengerikan, kau tahu,” ujarmu saat itu.
Sebenarnya aku heran siapa yang ada di dalam mimpimu pada saat itu. Tapi aku tidak berani bertanya. Aku tidak punya alasan pada saat itu. Tapi sekarang akhirnya aku mengetahuinya. Tentang mengapa aku tidak bertanya padamu, siapa yang kau mimpikan.
Karena aku takut, kamu tidur dengan orang lain. Meskipun itu hanya mimpi belaka.

 ***

Dia datang lagi membawakanmu banyak makanan saat kamu sakit. Aku meliriknya sinis. Agar dia tahu, kalau pasien yang sakit tidak boleh banyak makan yang mengandung MSG. Ya, meskipun kalau dia pergi, aku juga yang memakan makanan bawaannya.

Hari itu, aku mulai mengucapkan hal yang cukup kasar kepada dia. Bahwa kau sedang sakit, dan tidak boleh diberikan makanan ringan berat pengawet dan msg. Lalu kamu menahanku untuk tidak kebanyakan bicara. Kamu menahanku untuk membuatnya sakit hati.

Lalu tiba-tiba, ada hatiku yang patah. Ada rasa tidak rela kalau kamu membela perempuan lain selain aku. Apalagi jika aku tahu bahwa di masa yang akan datang. Dialah sosok yang ada di dalam kamarmu ketika aku tidak tahu.

Aku membenci mengatakan ini, tapi kamu memang berubah,” kataku lalu pergi meninggalkanmu.

***

Aku benci menjadi dewasa ketika saatnya aku mulai sadar bahwa kita hanya sebatas teman hidup. Sebatas itu. Kita dekat, dekat sekali. Kamu tidak menceritakan mimpi basahamu kepada orang tuamu, teman-temanmu apalagi dia. Tapi kamu menceritakannya padaku.

Kita dekat, sedekat aku bisa melihatmu tanpa pakaian di umur kita yang sangat dewasa tanpa canggung. Kamu baik, sangat baik saat kamu memukuli teman sekolah kita yang hendak menciumku. Kita sangat dekat, bahkan kata dekat saja tak bisa menggambarkan kedekatan kita.

Tapi kamulah orang yang paling rentan membuatku patah hati, berulang kali, dan berpotensi buatku mati karenanya.

Semakin dewasa kita, semakin paham bahwa kita memang dekat. Kedekatan kitalah yang tidak bisa membuat kita terus bersama.

***

Di pernikahanmu, bukan orang tuamu yang menangis. Bukan pula adik-adaikmu. Itu aku, yang diam-diam memasang mata antusias dengan hati patah sepatah-patahnya. Bukan karena aku akhirnya tidak bisa menikah sebelum dirimu. Tapi, akhirnya aku tahu, kamu telah mengiris nadimu sendiri. Aku.

Kita masih akan sering bertemu,” katamu ketika melihatku tersedu di balik bahumu.

Kamu tahu aku benci menangis, terlihat menangis dan menyedihkan. Tapi hari ini, aku memutuskan memberitahumu. Bahwa aku mencintaimu, sangat mencintaimu, sungguh mencintaimu. Sampai nadi ini terputus pada waktunya. 

regrads, lovelynnisa 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar